Iklan Operator Seluler Cenderung Samar-samar Akan Tetapi Menarik
Oleh : Rina Eka Ningtyas*
Berbagai ragam dan jenis iklan yang ditampilkan sebagian besar operator selular mulai dinilai cenderung membohongi konsumen dan para pemakai telekomunikasi. Dari tarif yang samar-samar maupun program yang seringkali tidak sesuai dengan realita yang ada. Maka akhir-akhir ini muncul berbagai komentar dan himbauan agar para konsumen berhati-hati dan lebih dewasa dalam menyikapinya. Banyak sekali iklan operator selular yang cenderung membohongi publik. Sebagai contoh, iklan yang menjanjikan SMS gratis atau berbicara gratis tanpa batas. Ada juga yang menawarkan berbicara gratis sampai bibir dower.
Gencarnya kampanye iklan yang dilakukan oleh operator harus disikapi dengan hati-hati oleh konsumen. Selain hanya berupa iklan, janji yang di umbar operator lewat iklan masih terlalu banyak mengandung unsur pembodohan publik. Etika periklanan bagi semua operator masih belum di benahi, tidak edukatif serta cenderung berlebihan. Sebab tidak semua fitur yang ditawarkan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelanggan. Atau sebaliknya, hanya melihat tarif saja, tanpa melihat benar-benar produk dan isinya, dan belakangan menyadari pilihannya ternyata tak sesuai dengan yang dipersepsikannya. Menyikapi hal ini masyarakat sebagai konsumen harus semakin selektif menentukan pilihan karena sebenarnya iklan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena sesungguhnya konsumen tidak dapat menggunakan fasilitas seperti yang dijanjikan dalam iklan itu. Konsumen tetap harus memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan sebelum dapat memanfaatkan apa yang di iklankan tersebut.
Dalam membeli suatu produk, konsumen akan melalui beberapa tahapan seperti, pengenalan (awareness), ketertarikan (interest), pertimbangan (evaluation), pencobaan (trial) dan pemakaian/penolakan (adopt/reject). Seperti diketahui, harga (price) adalah satu-satunya faktor dari pemasaran yang dapat dirubah dan dirasakan pengaruhnya dengan seketika. Tidak seperti faktor yang lain seperti, produk, distribusi atau promosi. Harga adalah satu-satunya faktor pemasaran yang menghasilkan pemasukan keperusahaan (creating revenue), sedangkan faktor yang lain termasuk dalam pembiayaan (costs ). Jadi sebenarnya kompetisi harga merupakan bidang garapan yang menarik dan sangat menguntungkan bagi operator. Dengan media promosi dan iklan. Akan tetapi hal ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
Iklan memang sesuai dengan fungsinya, antara lain untuk mendongkrak penjualan dan menaikkan image produk atau perusahaan. Fungsi ini dimanfaatkan dengan baik oleh para operator selular. Ketatnya persaingan diantara operator selular membuat iklan yang ditampilkan cenderung saling berbalas. Dan ketatnya persaingan semakin terlihat. Hampir semua pesan yang disampaikan pada iklan-iklan operator selular isinya seragam, yaitu tentang tarif ataupun fiturnya. Mereka berlomba-lomba menawarkan tarif pulsa murah dan fitur serta program menarik (menurut operatornya). Ada juga yang beriklan dengan cara yang tidak transparan. Biar tidak terkesan menipu, diberi tanda bintang, tapi keterangannya ditulis di iklan bagian paling bawah dengan huruf yang kecil. Disini akan terjadi ketimpangan yang timbul dari iklan yang saling menjatuhkan tersebut. Antara suatu persepsi yang muncul serta dampak dari edukasinya. Dan pada akhirnya masyarakat sebagai konsumenlah yang merasakan dampaknya.
Perang iklan di industri telekomunikasi tersebut disinyalir akan menjatuhkan brand image para operator, seiring dengan berkurangnya rasa simpatik masyarakat sekarang.Tayangan iklan yang melibatkan perang tarif operator memang masih terbilang wajar bagi dunia marketing. Sayangnya iklan tersebut dikhawatirkan akan kebablasan dan berimbas kepada misleading (kekeliruan) di kalangan pelanggan seluler.
Seharusnya operator jangan hanya menawarkan harga yang murah bahkan banting harga. Iklan dan marketing seharusnya lebih mempunyai sisi kreatif lagi, lebih ke marketing communication dan tanpa kebohongan. Sebab jika tidak, maka akan berbahaya dan justru menjatuhkan brand image mereka. Ketika masyarakat melihat iklan operator yang menawarkan tarif murah, maka mereka akan mencoba sesuai dengan naluri manusia yang selalu ingin mencoba hal baru dan menarik. Namun jika belakangan diketahui hal tersebut hanyalah sebuah kebohongan, bukan tidak mungkin jika hal tersebut akan mengubah dan merusak brand image operator tersebut. Sehingga tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dan selanjutnya, masyarakat akan menjadi tidak simpatik dan ini akan merugikan mereka sendiri. Konsumen harus memahami bahwa mereka bisa menuntut operator seandainya janji iklan yang ditawarkan tidak dipenuhi.
Dalam undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, mereka mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa begitu pula sebaliknya pelaku usaha. Meninjau pada hukum yang berlaku, maka promosi operator telepon seluler yang telah mencapai taraf mengkhawatirkan, telah melanggar beberapa ketentuan hukum yang berlaku, seperti UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Apabila meninjau pada Pasal 32 Tahun 2002, maka salah satu asas penyiaran adalah ”tanggung jawab”, sehingga media penyiaran harus memiliki tujuan yang matang dan bertanggung jawab. Hal ini tampak jelas dalam Pasal 36 UU Penyiaran yang memuat diantaranya mengenai larangan isi siaran bersifat ”menghasut” dan ”bohong”.
Maka meninjau promosi operator telepon seluler pada publik dan media masa, maka seharusnya mereka memiliki tanggung jawab untuk mengkaji terlebih dahulu mengenai iklan-iklan yang akan ditampilkan. Karena iklan-iklan yang beredar cenderung menghasut masyarakat untuk tidak menggunakan layanan beberapa operator kompetitor dengan menjanjikan program atau tarif yang lebih baik, sehingga yang terjadi adalah para operator seluler saling menjatuhkan antara satu operator dan operator lainnya.
Dalam rangka mengimbangi kewajiban konsumen, maka pengusaha diwajibkan terlebih dahulu untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sehingga pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, seperti mengenai harga atau tarif suatu barang atau jasa. Selain itu, Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain. Oleh karena itu, pelaku usaha periklanan yang terkait juga ikut bertanggung jawab dalam memproduksi iklan yang mengelabui konsumen, seperti mengenai tarif jasa yang ditawarkan.
Banyaknya target pasar dan tuntutan harga yang murah menjadikan operator lebih sering bermain dalam marketing dan iklan promosi. Tetapi jika diteliti lebih detail, semua yang di promosikan kebanyakannya tidak sesuai. Dan hingga sekarang, belum ada aturan jelas dari pemerintah tentang iklan-iklan yang menyesatkan dalam industri selular. Memang sudah seharusnya dibenahi ulah operator yang mencari celah kelemahan tentang hukum periklanan. Tetapi terkait hal ini pemerintah hanya dapat melakukan himbauan saja tanpa memberikan sanksi atau tindakan tegas. Bukan suatu hal aneh jika sosialisasi dan aturan yang seolah hanya bersifat mengingatkan tanpa sanksi dari regulator tak membuat operator menjadi jera. Dan jumlah pelanggan yang terkecoh pun bertambah. Penambahan jumlah pelanggan berkat promosi gila-gilaan justru tak disertai dengan insfratuktur memadai. Akibatnya, kapasitas layanan yang disediakan tak mampu menampung kebutuhan pelanggannya. Ujung-ujungnya kualitas pun merosot. Berarti terjadi pertumbuhan kuantitas tanpa memperhatikan kualitas.
Selain pemakai jasa telekomunikasi tertipu dari tarif, mereka juga kadang tidak menyadari bahwa semua iklan tarif murah tersebut berhasil mempengaruhi pola hidup mereka. Iklan murah dengan penuh syarat dari operator itu berhasil mempengaruhi gaya hidup dan kebutuhan dasar manusia. Ada yang begadang sampai malam hanya untuk menikmati tarif yang dijanjikan. Atau ada juga yang berjam-jam melihat layar handphone karena dikuasai oleh biaya akses internet murah. Atau ada juga yang rela mengetik SMS beratus kali karena mengejar batas limit murah pemakaian. Secara sadar ataupun tidak sadar, pemakai pulsa terus menerus mengeluarkan biaya pulsanya dan mayoritas ketagihan dalam menghabiskannya.
*Penulis adalah Mahasiswi Akuntansi FE
Unv. Negeri Malang 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar